Sabtu, 23 Maret 2013

Rinduku untuk Rindu

Tentang rindu. Rindu tidak pernah meminta, ia selalu datang ketika dia yang kamu bayangkan muncul di pikiran kamu, karena rindu adalah sebuah keinginan dan harapan kuat untuk bertemu.
           Aku Rindu. Aku dan Abby telah berteman sangat dekat sejak kecil. Saking dekatnya kita tidak terpisahkan. Kemana mana selalu bersama. Dari TK sampai SMP kita selalu satu sekolah. Kita selalu melakukan semua hal bersama sama, mungkin karena kita memiliki banyak kesamaan sehingga ada kecocokan antara kita berdua. Dan aku berharap kesamaan itu bukan hanya dari segi hobby atau yang lainnya, tetapi lebih dalam lagi, yaitu hati.
        Sore ini, mungkin merupakan sore yang menyedihkan bagi Abby dan aku. Pertemanan kita harus berakhir sampai di sini, karena Abby harus melanjutkan sekolahnya di Belanda mengikuti orang tuanya yang pindah kerja.
“Hey by, aku udah nyari nyari info SMA yang paling bagus loh di kota ini! Pastinya ada ekskul fotografinya! Seru deh pokoknya!” ucapku, semangat. “Oh ya?” tanya Abby, datar. “Kok kamu ngga seneng sih?” ucapku, setengah ngambek. “Ndu..sebenernya aku ngga lanjutin sekolah aku di sini, tapi di Belanda. Aku di sana sampai kuliah. Aku, ayah aku, ibu aku, semua keluarga aku di sini semuanya ikut pindah ke Belanda. Gara-gara orang tua aku ada kerjaan di sana.” ucap Abby. “By...” kali ini aku mulai meneteskan air mata. “Tapi kamu janji dulu sama aku, kamu  jaga gelang ini dengan baik. Aku janji, kita pasti bakal ketemu lagi.” ucap Abby sambil menenangkanku  yang kini mulai meneteskan air mata. “Ngga usah takut, kita pasti bakal ketemu lagi kok. Percaya deh sama aku..” tambah Abby yang kini mulai mengusap air mata yang turun dari pipiku. Aku tak menjawab sepatah kata apapun, aku hanya bisa tersenyum melihat sahabatku itu.
Hari-hari aku lalui dengan penuh kesedihan. Tapi aku sadar bahwa kesedihanku yang berlarut larut ini tidak akan membawa sahabatku kembali. Sesekali aku menenangkan dirinku sendiri,”Abby hanya pergi untuk sementara, tak akan meninggalkanku selamanya.”
Aku telah melangkah melewati beribu-ribu jarak, beribu-ribu hari, membawa ruang kosong di hatiku. Cinta telah ku titipkan pada masa lalu, tetapi aku masih menyimpan sehela harapan masa depan bersamamu. Aku masih ingat hangat jemarimu di pipiku, membawakan getar hidup yang hilang bersama langkahmu yang menjauh.
Lalu, hari ini, setelah bertahun tahun kamu meninggalkanku, kamu tiba-tiba berdiri di hadapanku, menatapku lekat, seolah membiarkanku membaca gurat-gurat kisah yang selalu kamu sembunyikan. Aku hanyut dalam diam, seketika mengulang kembali sebuah kisah cinta dalam benakku. Kamu, aku masih sangat mengenalimu meski beribu-ribu masa telah menyamarkan wajahmu, juga mengenali cinta, dan luka saat kamu meninggalkanku dulu. Tapi tidak dengan mu, kamu tidak mengenaliku sama sekali. Secepat itukah kamu melupakanku? Tapi tunggu dulu, sepertinya kamu bukan melupakanku, tapi tidak mengenaliku. Buktinya gelang yang dulu pernah diberikanmu untukku masih melingkar manis di tangan kirimu. Ini aku by, Rindu. Apakah kamu merindukanku?
“Silakan duduk!” ucap seorang laki laki yang membelakangiku, membuyarkan lamunanku tentang Abby. “Terima kasih, pak.” jawabku. “Jadi mulai kapan kamu bisa bekerja di sini?” tanya laki-laki itu kepadaku. Aku menarik napasku dalam dalam, lalu menghebuskannya panjang panjang. Abby, kau memang selalu bisa membuatku terpesona, membuatku ternganga, membuat hati ini bergetar saat pertama kali aku melihatmu, dulu. “Secepatnya, pak..” aku menyanggupi diriku, dan kali ini akan ku pastikan bahwa ini adalah benar benar kamu, Abby. “Pak? Apa kamu pikir umur saya terpaut lebih tua dari kamu? Panggil aja aku Abby.” sahutnya. Yeah! Aku memang tidak salah, ini benar benar kau, Abby. Semua telah berubah. Kau menjadi lebih putih, lebih tampan, lebih manis, lebih rapi, juga suaramu kini telah matang. Dan satu lagi yang berubah, hatimu.
“Abby..” ucapku dalam hati. “Apakah kamu misah ingat dengan Rindu, By?” tanyaku semangat. “Rindu? Pasti aku tidak akan pernah melupakannya! Dia sahabat kecilku. Tapi darimana kamu bisa tau tentang Rindu?” tanya Abby heran. “Aku Rindu, By..” jawabku bersemangat. Suasana di ruang kantor Abby yang semula terdengar ramai, kini mulai hening. Abby berusaha untuk mengenaliku. Dan kali ini berhasil, kamu mengenaliku. “Rindu? Demi apa kamu Rindu? Kok?” kali ini aku berhasil membuat Abby ternganga. “Iya, ciyus. Inget ngga waktu itu kamu pernah bilang kalo kita bakal ketemu lagi, dan sekarang bener kan?” jawabku semangat. “Gila! Bener bener gila! Udah 12 tahun kita ngga ketemu. Dan kamu berubah banget, sampai sampai aku tidak mengenalimu.” jawab Abby. “Kenapa? Tambah canik ya? Tambah manis ya? Haha” tanyaku sambil tertawa. Abby juga tertawa mendengar pertanyaanku yang agak garing itu. “Haha, cantik apaan! Tambah gendut iya.” jawab Abby sambil mengejekku. “Ihh..nyebelinnya masih aja dipelihara, dasar bule wanna be!” celetukku.
“Itu pacarmu ya? Cantik..Bule lagi!” tanyaku sambil menunjuk ke arah foto yang terpajang besar di sudut ruangan itu. “Iya itu tunanganku, aku kenal dia waktu di Belanda. Dia teman kuliahku di Belanda, dan orangtuaku menyuruhku untuk bertunangan dengannya.” jawab Abby, agak sedikit gugup memperkenalkan wanita yang berpose mesra dengan Abby di foto itu. Suasana berubah menjadi sangat hening dan semakin hening. Sehening hatiku yang mengetahui bahwa itu adalah calon istrimu, By. Aku tidak menyangka, secepat itu kamu bepaling. “Kalau kamu juga pasti udah punya pacar kan? Atau mungkin udah menikah?” abby mencoba menghidupkan suasana. “A..a..aku? Tentu saja belum! Aku masih single dari dulu.” jawabku agak gugup. Kamu sudah memiliki kekasih. Sedangkan aku? Masih sama seperti dulu. Masih menyimpan rasa yang sama seperti yang dulu. Apakah kau mengetahuinya, By? “Rindu, kamu tau ngga sih? Banyak orang orang yang rindu sama kamu, tapi juga banyak orang orang yang sebel sama kamu. Karena kamu tuh selalu datang terburu-buru, dan selalu ngga tepat waktu. Buat aku..” jawab Abby dalam hati. Dan mungkin hanya Abby dan Tuhan yang tau.
Perasaan itu kembali datang. Membawaku kembali dalam masa lalu. Terhanyut dalam cinta masa laluku yang tak pernah aku mengerti. Menemukanmu kembali, membuatku kembali mengingat sejuta kisah yang telah aku titipkan pada masa lalu. Aku takut, perasaan ini muncul lagi, Abby. Aku takut aku tidak bisa mengontrol perasaanku yang terlalu dalam ini kepadamu. Sebenarnya mana yang lebih tepat? Cinta yang mengantarkan rindu? Atau rindu yang membawa cinta? Entahlah. Tapi yang jelas keduanya sama sama datang tulus dari hati. Tanpa diminta, tanpa dicari. Tapi sepertinya perasaanku hanya bisa aku pendam (lagi), mengingat kamu akan segera menikah.
Setiap hari bersamamu, setiap hari melihatmu, hanya akan semakin membuat aku tersiksa. Keberadaan mu di sini memang membuatku bahagia, tapi juga membuatku sakit. Berhari hari harus terjebak dalam situasi dimana hanya ada kamu dan aku. Malam ini, dengan terpaksa aku harus menerima tawaranmu untuk mengajakku makan malam sepulang dari kantor. Aku menyikapinya dengan biasa saja, sama ketika kamu setiap hari menjemputku dan mengantarkanku. Aku berharap, tidak akan terjadi sesuatu yang aneh malam ini. Tapi sepertinya firasatku salah, tiba tiba di saat situasi sedang hening, kamu tiba tiba menggenggam tanganku dan berkata,“Aku seneng bisa deket lagi sama kamu, Ndu.. I love you..” ucap Abby. Seketika aku berhenti bernapas, jantungku berdetak sangat cepat malam ini dan mungkin bisa kamu dengar, hatiku bergetar sedemikian hingga, mataku berkaca kaca. Ini yang selama ini aku tunggu keluar dari mulut kamu,By. Alangkah bahagianya hati ini saat kamu mengatakan itu kepadaku. Rasanya seperti mimpi. “Aku juga, By.. I love you too..” jawabku, lemas. Air mataku mulai menetes, membasahi seluruh pipiku yang chubby ini. Aku tidak tau harus berkata apa lagi, aku juga tidak tau harus senang atau sedih mendengar perkataan itu keluar dari mulut kamu. Seketika kamu memelukku, sangat erat. Kamu berusaha agar aku tidak melepaskan pelukanmu itu. Air mataku turun semakin banyak, kini pipiku penuh dengan air mataku yang turun karenamu.
Keesokkan harinya. Kamu mengatakan kepadaku bahwa kamu harus kembali ke Belanda untuk melanjutkan study S2 mu. Dan satu hal lagi, untuk melangsungkan pernikahan di sana. Hatiku hancur mendengar perkataanmu itu. Padahal, baru semalam kamu menyatakan perasaanmu kepadaku. Lalu apakah itu semata hanya permainan cintamu, Abby? Aku tidak tau. Aku hanya bisa tersenyum walaupun sebenarnya hatiku meraung kesakitan. Ya Tuhan, sesuram inikah kisah cintaku?
Aku harus kembali melupakanmu. Aku kembali melangkah melewati beribu-ribu jarak, beribu-ribu hari, dan kembali membawa ruang kosong di hatiku. Dan kali ini kupastikan cinta telah ku titipkan pada masa lalu, dan aku tidak ingin menyimpannya kembali sehela harapan masa depan bersamamu.
Sampai akhirnya aku menemukan sosok Erick, yang membawaku sejenak melupakan kenanganku bersama Abby. Iya, dia 26 tahun, ganteng, dewasa, berwibawa dan berwawasan luas. Dia berhasil membawaku move on dari Abby. Ya, move on! Aku tidak mungkin terus berlarut larut dalam kesedihanku ini. Life must go on, Rindu! Kali ini aku pastikan bahwa aku harus melupakan Abby selamanya dari hidupku.
Tidak terasa seiring berjalannya waktu, hubunganku dengan Erick sudah berlangsung 2 tahun. Dan selama itu pula Abby telah pergi meninggalkanku, membawa seluruh hatiku, dan menyisakan sedikit rasa yang kini aku persembahkan untuk Erick. Maafkan aku Erick yang hanya bisa mencintaimu dengan sisa sisa cintaku ini.
Hari ini, kamu kembali datang dalam hidupku. Kembali mengingatkanku dengan kisah kita beberapa tahun silam. Kali ini dengan kondisi dan status yang berbeda. Dulu, kamu yang mempunyai kekasih, dan sekarang giliran aku. Aku mencoba menghindar, tetapi kau terus memaksaku untuk bicara denganmu. “Kenapa kamu balik lagi ke sini? Bukankah kamu sudah mempunyai keluarga di sana?” tanyaku sinis. “Tidak, Rindu. Aku ke sana hanya untuk melanjutkan study S2 ku. Dan membatalkan pernikahanku. Kali ini karena kamu. Aku sadar, bahwa aku sangat mencintai kamu..” perkataan Abby sejenak membuatku terdiam. Berapa kali kamu mengatakan cinta padaku tetapi kamu terus mempermainkan perasaanku, Abby?
Tiba-tiba dari kejauhan Erick muncul. Setidaknya dia muncul di situasi yang tepat, saat aku terdiam dan tak mampu pernyataan Abby tadi. “Oh ya, kenalin Erick ini Abby, Abby ini Erick pacar aku.” ucapku sedikit kaku menyebut nama Erick di depan Abby. Seketika Abby terperanga mendengar perkataanku. Mungkin dia tidak percaya dan tidak menyangka dengan perkataanku itu tadi. Lagi-lagi aku terjebak dalam perasaanku sendiri. Aku tidak tau mengapa perasaanku senang bertemu Abby kembali, tetapi juga sedih bahwa Abby datang di saat yang tidak tepat. Saat aku ada yang memiliki. Mungkin situasinya sama seperti dulu. Dan mungkin perasaan yang sekarang Abby rasakan sama seperti perasaan yang aku rasakan dulu. Iya, dulu, saat mengetahui bahwa Abby sudah mempunyai kekasih. Sakit.
Semenjak kehadiran Abby kembali dikehidupanku, aku merasa hubunganku dengan Erick terasa hambar. Waktuku selalu tersita bersama Abby di kantor. Bersama Abby. Aku takut, Erick mulai merasakan bahwa aku mulai tidak mencintainya lagi. Dan ternyata benar, Erick merasa bahwa semakin lama aku semakin menjauh darinya. Situasi seperti ini sangat sulit bagiku. Di satu sisi aku senang sekali bisa dekat dengan Abby lagi, tapi disatu sisi, aku merasa bersalah dengan Erick yang selalu aku nomorduakan. Ya Tuhan, perasaan ini hadir lagi.
Erick semakin curiga dengan kedekatanku dengan Abby. Pada suatu ketika, dia menemuiku dan berkata,“Sayang, aku kira aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Bagaimana mungkin aku bisa menjalin sebuah hubungan dengan seseorang yang jelas jelas hatinya bukan untukku?” ujar Erick. Aku terdiam, tidak bisa berkata apa apa. Aku takut, apabila aku mengeluarkan sepatah kata akan semakin melukai hatinya. “Iya, aku mengerti. Maafkan aku yang tidak bisa mencintaimu sepenuh hati, Erick. Aku sudah berusaha tapi..” belum selesai aku berbicara, Erick langsung melanjutkan. “Tapi kamu belum bisa sepenuhnya melupakan Abby. Itu terlihat jelas dari sinar mata yang kamu pancarkan saat kamu bersamaku dan saat kamu bersama Abby. Kamu lebih bahagia ketika bersama Abby daripada bersama ku, Rindu. Dan aku tidak mungkin menghalangi kebahagiaanmu itu.” tambah Erick. Air mataku meluncur deras mendengar perkataan Erick. Sebegitu tulusnya kah Erick mencintaiku? Dan sebegitu parahnya kah aku menyakiti hatinya? Maaf kan aku Erick, kamu memang laki laki yang baik. Kamu tidak seharusnya mencintaiku. Seharusnya kamu mencintai seseorang yang benar benar dengan tulus mencintaimu. Sekali lagi aku minta maaf Erick.
Hubunganku dengan Erick berakhir sampai di sini. Tapi tidak dengan Abby. Aku menarik napasku panjang panjang, dan menghembuskannya. Ini adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupku karena bisa menjalin hubungan yang sebenarnya dengan Abby. Terima kasih Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar